Ilustrasi dari Pixabay |
Juju jojo/Story. Akhirnya kami sampai di cafe lantai satu, aku duduk kursi yang letaknya dengan dengan sudut ruangan. Pojokkan. Andi memesan makanan dan minuman. Menu siang adalah sate madura. Kami makan dengan lahapnya. Sate dan es jeruk.
Habis makan kami lanjutkan obralan lagi.
"Jadi gemana Ndi, Kado yang bagus buat anak Pak RT, Masak iya dikasih kalender kayak bapaknya dulu"
"Masak Ju, Kamu kasih bapaknya hadiah ultah kalender untuk juragan kostmu ?"
"Beneran Ndi waktu itu soalnya lagi bokek beneran, itung-itung kado yang biasa awat setahun gitu Ndi ?"
"Kamu ada-ada aja Ju, Apa nggak marah bapaknya ?"
"Nggak juga sih, malahan langsung dipajang kalendernya"
"Kalau Bapaknya pernah kamu kasih kalender gemana kalau anaknya, siapa namanya tadi ?'
"Cici Ndi"
"Ya itu, Si Cici kasih jam aja itu lebih bagus lagi, beli yang mahal didkit biar awet. Ples dengan fitur tanggalnya sekalian"
"Oh iya ya, mengapa nggak dikasih smart wacth aja Ndi kan fiturnya lebih lengakap ?"
"Jangan Ju, Kalau smart wacth itu punya batas waktu dengan teknologinya"
"Jadi kasih jam apa ?"
"Aku kasih nanti dua blok dari cafe ini ada yang toko jam tangan, Nanti aku kasih rekomendasi yang pas dikantong, awet dan original"
"OKe habis ini ya "
"Siap Ju"
" Ngomong-ngomong lama aku nggak dengan kabar orang taumu, gemana kabar bapak sama ibumu baik-baik ajakan dikampung, kan Ndi ?"
"Bapak Alhamdulillah sehat-sehat aja di kampung Ju, malahan masih sering main golf alias masih suka berladang "
"Pak de masih masih berladang, hebat masih tenaganya masih kuat Ndi"
"Gitulah Ju, padahal udah dibilangin untuk istirahat aja di rumah, tapi tetap aja nggak mau, katanya kalau nggak ke ladang badannya bakal pegel-pegel".
"Maklumin aja Ndi, kalau udah biasa main golf di ladang kalau berhenti malah bingung dan malah tambah capek. Kakekku dulu pernah bilang begitu"
"Bisa jadi, padahal udah dibilangin jangan, tapi benar juga katamu Ju, bapak nggak usah dipaksaain berhenti yang penting bapak tetap jaga kesehatan"
"Betul tu Ndi, yang penting Pakde tetap sehat waras"
"Itu yang penting"
"Kalau kabarnya Bude gemana Ndi ?'
Andi terdiam sesaat, aku pun bingung apakah ada kataku yang salah atau terjadi apa-apa sama bude. Nggak lama Andi mengambil nafas panjang lalu coba menenangkan diri dengan meminum air mineral yang ada dihadapannya.
"Maaf Ju, Ibu udah meninggalkan kami dua tahun yang lalu "
"Inna innalillahi wainnailaihi rojiun, Aku turut berduka cita ya Ndi. Bude orang baik, semoga di tempatkkan bersama orang-orang yang baik"
"Aamiin, terima kasih doanya Ju, Ya doa yang terbaik buat ibu. sebenarnya ibu sakitnya udah lama mungkin ini jalan terbaik yang Allah berikan untuk ibuku"
"Aamiin"
"Sebenarnya aku pingin berbagi cerita tentang ibu, cuma aku bingung mau cerita dengan siapa, mau nggak kalau nggak kalau aku berabgi cerita dengan Juju"
"Boleh Ndi"
"Kamu ada kegitan nggak hari ini ?"
"Kosong Ndi, paling cuma belikan hadiah untuk Cici aja Ndi"
"Ok, Makasih Ju"
"Santai aja Ndi, kita kan teman"
"Ok, Ju sebelumnya aku mau nanya menurutmu apa defenisi tentang ibu ?"
"Ibu ya, ada banyak definisi yang diberikan orang-orang tentang seperti malaikat tak bersayap, Ibu peri yang baik hati, dan pak ustad bilang dari kutipan hadis yang dibilang kalau kita harus mendahulakan ibu dari pada ayah, ibu disebutkan tiga kali baru kemudian ayah"
"Terus menurutmu bagaimana Ju ?' Kata Andi sedikit menyela.
"Defenisi ibu, ibu itu ya ibu dengan segala pesonanya yang membuat keluarga kecilnya menjadi berjalan lebih sesuai alur dan berharap buah hatinya kelak menjadi lebih baik dari keluarga kecilnya"
aku diam sebentar lalu melanjutkan ceritaku lagi
"Menurut aku ibu itu yang aku panggil emak di rumah, dia itu cerewet, kadang nyebelin apa lagi kalau lagi marah itu bisa kiamat duniaku itu dulu kukecil "
Aku berhenti lagi sambil mengambil napas dan meneguk es jeruk
"Semua berubah ketika aku pulang dalam keadaan pingsan selepas main bola hujan-hujan kalau ibu sangat kawatir dengan keadaanku hampir saja celaka karena itu tapi bapak nggak cerita detail ke aku, telihat ada rasa kesal, marah dan kecewa karena aku membuat perempuan yang dicintainya sakit. Jadilah bapak merawat aku dan ibu"
"Anak bandel ceritanya dulu ya Ju"
"Ya dulunya Ndi, tapi aku takut bapak kalau marah, karena apa yang dibilang sama bapak itu juga yang dikerjakan. Bapak itu tegas orangnya nggak banyak omong, sekali ngomong semua bakal mendengarkan, hanya sedikit sekali bapak bercanda"
"Sama kayak bapak aku juga Ju"
" Kalau Pakde memang kelihatan sangar berbadan tegap dengan kumis tebalnya, Wajarlah seorang prajurit TNI"
aku dan Andi pun tertawa, Memang Pak De Terlihat sangar tapi beliau pandai membuat susana komunikasi.
tiba-tiba Andi berkata
" Ah ibu..... tiba-tiba saja engaku minta maaf kepadaku rasanya kok berat, berat tarikkan nafasku. Air mataku tak kuasa aku bendung lagi"
Andi diam, aku pun diam.
Andi melanjutkan ceritanya lagi.
"Ibu mengatakan tersebut jelang meninggalnya, Sehabis menyuapi ibu. Beliau bilang Andi harus tetap sehat ya nak, Ibu yakin Andi pasti sukses. Ibu doakan apa pun yang Andi cita-citakan pasti sukses, Akupun mengaminkan doa ibu"
Andi Diam, dengan mata yang sedkit berkaca-kaca dia mengusap matanya .
Kali Andi diam agak lama.
"Kini ibu sudah nggak ada, aku rindu ibu hanya doa yang bisa aku kirim padannya"
Andi pun tersemyum aku ikut tersenyum.
"Makasih ya Ju udah mau dengarin ceritaku"
"Sama-sama maaf aku cuman bisa dengarin aja ya Ndi"
"Udah didengarin aja aku trimakasih banyak, yok sekarang kita carikan jam tangan untuk Cici"
Akhirnya kami mencari jam tangan untuk Cici, kado ultah untuknya. Sebuah jam tangan cantik. Semoga pak Dodo juragan kosku dan Cici anaknya senang.
No comments:
Post a Comment